MUHAMMAD FAJRIN MAULANA
201910050311044
LATAR BELAKANG
Dunia saat ini dilanda virus corona yang sudah bermutasi dan dapat mengakibatkan hal yang fatal bagi manusia bukan hanya itu virus tersebut juga menyebar dengan sangat cepat dan mengakibatkan manusia terserang COVID-19 nama penyakit yang diberikan untuk manusia yang terserang virus corona tersebut, sehingga seluruh negeri di penjuru dunia harus menyikapi dengan sigap apa saja yang harus dilakukan agar dapat menghentikan laju penyebaran virus tersebut.
Seperti yang kita ketahui, pandemi Covid-19 tak hanya menguncang sektor kesehatan saja. Pada sektor ekonomi, pandemi ini bahkan sangat memberikan dampak yang dapat dikatakan setelah pandemi ini usai pertumbuhan ekonomilah yang paling lama mengalami kebangkitan. Sektor pangan dan sektor bisnis pariwisata seperti perhotelan yang paling awal mengalami kelumpuhan. Berbagai kalangan baik politikus, akademisi dan aktivis sipil banyak yang mengkritik pemerintah atas pengambilan kebijakan yang dilakukan pemerintah. Dalam kondisi krisis seperti ini, komunikasi menjadi persoalan yang krusial bagi pemegang otoritas.
Bagaimana tidak, pada saat krisis seperti ini masyarakat sangat mengandalkan kinerja pemerintah. Sudah seharusnya pemerintah meyakinkan masyarakat bahwa mereka terlindungi dan dapat menggantungkan sepenuhnya kepada pemegang kebijakan dilihat pada kebijakan yang pemerintah ambil dalam menangani Covid-19. Ini merupakan wujud kepercayaan publik kepada pemerintah.
Faktanya, seringkali pemerintah gagal dalam mengelola Komunikasi Kritis yang justru malah menambah kepanikan di masyarakat. Komunikasi yang efektif memerlukan pemahaman tentang komunikator, tujuan, pesan, cara penyampain dan target khalayak yang dituju. Komunikasi krisis harus dilakukan dengan perencanaan yang jelas terlebih dahulu. Pemerintah seringkali mengambil kebijakan yang tumpang tindih sehingga membingungkan publik. Yang malah memperlihatkan kelemahan koordinasi komunikasi di dalam lembaga eksekutif.
Pada kondisi krisis seperti ini, kepercayaan publik kepada pemerintah meningkat, tetapi yang dilakukan pemerintah tidak sesuai dengan ekspektasi publik yang akhirnya publik mengalami kekecawaan. Kekecewaan ini berdampak pada kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah menjadi kurang diperhatikan publik. Terlebih lagi konsumsi berita akhir-akhir ini terus meningkat khususnya di penayangan media massa televisi. Kehadiran media sosial yang lainpun juga semakin marak, belum jelasnya validitas atas berita yang publik baca malah kian memperpanjang jarak pemerintah dengan publik.
Keterbukaan data merupakan hal penting untuk disampaikan kepada publik supaya publik lebih sadar dan memahami situasi terkini, sehingga membantu publik dalam mengambil keputusan secara rasional dengan meminimalisir risiko yang akan terjadi.
Pemerintah dapat menunjuk seorang penanggungjawab untuk masalah komunikasi krisis ini, tak cukup hanya dengan Jubir Pemerintah. Harus ada seorang yang memimpin geraknya poros penanganan Covid-19, yang saat ini memang dipegang langsung oleh Presiden. Tetapi beban Presiden itu sendiri juga telah menumpuk yang membuat penanganan Covid-19 kurang maksimal. Sebenarnya pemerintah belum terlambat untuk memperbaiki delegitimasi komunikasi yang tengah terjadi.
PEMBAHASAN
Awal tahun 2020 dunia digemparkan dengan munculnya suatu wabah baru yang dapat menular dengan cepat juga sangat mematikan. Wabah ini awalnya ditemukan pada bulan Desember 2019 di Wuhan Tiongkok, dimana banyak pasien berdatangan kerumah sakit dengan penyakit tidak dikenal.
Dr. Li Wenliang, dokter di rumah sakit Wuhan, tampil sebagai whistleblower dan menyebarkan berita virus misterius itu lewat sosial media, bahwa para pasien menunjukkan gejala radang paru-paru akibat virus. Pejabat kesehatan Tiongkok langsung bergerak menyelidiki pecahnya wabah. Diketahui bahwa sejumlah pasien pertama, punya akses ke pasar ikan Huanan, yang juga menjual binatang liar. Pejabat kesehatan Tiongkok mengumumkan penyebabnya adalah sebuah virus Corona jenis baru.
Jumlah yang terinfeksi meningkat drastis dan menyebar dengan cepat keseluruh dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tanggal 11 Februari 2020 mengumumkan bahwa "Covid19" menjadi nama resmi baru untuk corona virus yang pertama kali diidentifikasi di Tiongkok pada 31 Desember 2019.
Dengan terus bertambahnya penyebaran virus keseluruh dunia, dimana pada awal bulan maret 2020 sudah lebih dari 118.000 kasus terkonfirmasi di 114 negara dan wilayah, dan 4.291 orang telah meninggal dunia, akhirnya pada tanggal 11 Maret 2020 WHO memutuskan Covid19 sebagai Pandemi.
Menurut WHO, cara penyebaran virus corona COVID19 adalah melalui tetesan air liur (droplets) atau muntah (fomites), dalam kontak dekat tanpa pelindung. Transmisi virus corona atau COVID19 terjadi antara orang yang telah terinfeksi dengan orang lain. Sedangkan cara pencegahan penularan virus COVID19 yang paling penting adalah sering cuci tangan dan menutup mulut serta hidung saat bersin atau batuk. Langkah pencegahan lain adalah membiasakan jaga jarak dengan anggota masyarakat lain minimal dengan jarak satu meter.
Virus Covid19 telah menjadi krisis diseluruh dunia, karena untuk mencegah penularan virus banyak negara di dunia melaksanakan karantina wilayah atau lockdown, dimana semua warga harus berada dirumah masing-masing, tidak boleh keluar rumah, sekolah ditutup, kantor ditutup, tempat ibadah ditutup, hampir seluruh aktifitas warga ditutup kecuali hanya beberapa hal yang sangat vital untuk masyarakat yang diizinkan untuk beroperasi.
Krisis kesehatan yang diakibatkan oleh Virus Covid19 ini akan dapat berkembang menjadi krisis ekonomi, karena banyak perusahaan tidak beroperasi sehingga tidak mendapatkan penghasilan dan kemudian harus memberhentikan (PHK) karyawannya, akibatnya karyawan tidak mempunyai penghasilan untuk menghidupi dirinya dan keluarganya. Tidak berhenti sampai disitu, krisis ekonomi tersebut bila berkepanjangan akan dapat menjadi krisis sosial dan keamanan, akibat dari orang tidak mempunyai penghasilan dapat membuat mereka melakukan kejahatan dan hal-hal sosial yang tidak baik lainnya.
Setelah krisis kesehatan, krisis ekonomi, krisis sosial dan kemanan, berpotensi juga memicu krisis politik yang lebih besar lagi. Oleh karenanya krisis pandemi Covid19 harus ditangani dengan serius oleh negara manapun termasuk Indonesia, karena akibat yang ditimbulkannya bisa berlipat-lipat pada keseluruh sendi sendi kehidupan masyarakat.
Menurut (Coombs & Holladay, 2009), krisis adalah persepsi terhadap sebuah kejadian yang mengancam harapan para pemangku kepentingan (stake holder) dan dapat berdampak pada kinerja organisasi. Krisis sebagian besar adalah suatu persepsi. Jika para pemangku kepentingan percaya ada krisis, maka organisasi berada dalam krisis kecuali jika pengurus organisasi berhasil meyakinkan para stake holder bahwa krisis itu tidak benar terjadi.
Negara dapat dikategorikan dapat dikategorikan sebagai suatu organisasi besar dimana pemerintah sebagai penyelenggara organisasi dan rakyat adalah sebagai salah satu pemangku kepentingan tersebut. Menurut ISO 26000 SR, stake holder atau pemangku kepentingan adalah individu atau kelompok yang memiliki kepentingan terhadap keputusan serta aktivitas organisasi.
Krisis yang terjadi dapat menimbulkan kerugian yang besar terhadap organisasi bukan hanya dari segi financial namun dapat juga berakibat terhadap kesehatan , keselamatan, bahkan nyawa manusia. Suatu krisis yang tidak tertangani dengan baik akan dapat memunculkan krisis-krisis baru yang akan membuat penaggulangan krisis menjadi lebih sulit. Oleh karenanya suatu krisis harus dapat ditindaklanjuti segera oleh pengurus organisasi. Lima langkah yang harus dilakukan segera dalam menghadapi krisis antara lain adalah :
a) Segera membentuk team penanggulangan krisis dan menunjuk juru bicara.
b) Lakukan analisa terhadap terjadinya krisis,
c) Susun perencanaan penanggulangan krisis,
d) Lakukan segera langkah-langkah penanggulangan krisis dan
e) Lakukan evaluasi terhadap langkah yang sudah dilakukan (COVID & Team, 2020).
Ada tiga tahap dalam krisis management yaitu pertama tahap pre-crisis dimana krisis belum terjadi namun sudah ada tanda-tanda akan terjadinya krisis sehingga dapat dilakukan langkah penvegahan dan persiapan bila krisis benar terjadi. Tahap kedua adalah tahap dimana krisis terjadi sehingga perlu diambil langkah-langkah untuk menyelesaikan krisis. Dan yang ketiga adalah tahap post-crisis (setelah krisis selesai) dimana keadaan telah kembali normal dan organisasi dapat belajar dari krisis yang telah terjadi untuk dapat diperbaiki dimasa yang akan datang.
Komunikasi adalah inti dari manajemen krisis. Sebuah krisis akan membuat pemangku kepentingan membutuhkan informasi. Melalui komunikasi yang terstruktur dan terencana informasi dikumpulkan, kemudian di proses menjadi sebuah pengetahuan dan disampaikan dengan cara yang tepat dan baik kepada seluruh pemangku kepentingan (Coombs, 2010).
Dampak yang besar juga dirasakan di Indonesia, dalam berbagai bidang tetapi banyaknya berita yang simpang siur, bahkan tidak merujuk kepada informasi yang lengkap membuat masyarakat merasa bingung untuk mengikuti berbagai aturan yang dilakukan. masyarakat dibuat takut dengan berbagai headline berita yang memberitakan bagaimana COVID-19 masuk ke Indonesia untuk pertama kali akan tetapi berita yang disajikan tidak lengkap.
Salah satu contoh berita yang membuat masyarakat merasa kurang puas akan informasi yang diberikan salah satunya adalah pemberitaan yang menyebutkan upaya Presiden Joko Widodo mengumumkan dua pasien pertama Covid-19 pada awal maret. Hal ini karena informasi berita kurang akurat dan identitas korban belum terungkap pada saat itu. Berbagai kalangan terus mengkritik pemerintahan terkait dengan tidak jelasnya informasi dan penanganan Covid-19. Masalah komunikasi yang tidak membaik inilah membuat kepercayaan publik menurun.
Masyarakat jadi lebih mempercayai sumber informasi lain dari internet dan media sosial daripada sumber resmi pemerintah, seperti covid.19.go.id dan kemkes.go.id. Padahal sumber informasi lain yang bukan berasal dari web pemerintah seringkali menimbulkan kesimpangsiuran.
Hubungan dengan media yang baik sangat diperlukan pada manajemen krisis, karena dengan media semua informasi mengenai krisis yang terjadi dan penaggulangannya dapat diinformasikan secara luas dan cepat kepada semua pemangku kepentingan. Media akan mencari alterinatif sumber berita apabila organisasi tidak menyediakan wakil untuk menghadapi media. Selain itu ketiadaan informasi resmi dari organisasi membuat organisasi akan terkesan menghindar, tidak responsive dan tidak perduli terhadap krisis yang terjadi. Membiarkan informasi mengenai krisis yang disediakan oleh pihak lain sangat berbahaya karena dapat membuat persepsi bahwa organisasi tidak dapat mengontrol situasi dan/atau menyembunyikan informasi kepada pemangku kepentingan.
Oleh karena itu pentingnya ditunjuk seorang jurubicara resmi oleh organisasi sebagai bagian dari team penanggulangan krisis yang akan menemui dan memberikan informasi kepada pemangku kepentingan melalui media sejak awal terjadinya krisis untuk menyebarkan informasi dan berpartisipasi dalam membingkai krisis yang terjadi. Informasi yang dikeluarkan oleh jurubicara resmi maupun pihak lain dari organisasi harus selalu sama dan sejalan, yang artinya harus ada koordinasi di dalam organisasi untuk memastikan bahwa informasi yang diberikan oleh organisasi selalu konsisten. Seorang juru bicara dipilih sosok yang kredibel, dapat menyampaikan pesan dengan jelas, mempunyai pengetahuan mengenai krisis yang terjadi dan pandai berkomunikasi dengan cara yang baik dan peka terhadap kemarahan dan keprihatinan pemangku kepentingan.
Dalam menangani krisis yang terjadi seorang jurubicara yang ditunjuk harus merujuk kepada tiga kerangka dasar yang sangat penting dan harus dilakukan antara lain: (1) penentuan waktu, seorang juru bicara harus menjadi yang pertama melaporkan krisis bermanfaat bagi organisasi; (2) fokus pada korban, menekankan pentingnya korban dalam pesan krisis publik, dan (3) menghindari kesalahan informasi yang diberikan dan secara agresif memerangi informasi yang tidak akurat.
Media memiliki sifat dan karakteristik yang mampu menjangkau massa dengan cepat dan dalam jumlah yang besar, dapat membangkitkan harapan dan ketakutan, dapat memberikan dampak dan pengaruh besar pada massa. Dimasa kini peran media telah diperkuat dengan munculnya media baru yang berbasis internet seperti media online dan media sosial yang membuat jangkauan media jauh lebih besar dari sebelumnya. Namun peran media tetap tidak berubah. Dalam krisis, komunikasi sangat diperlukan untuk membentuk opini publik dan mempengaruhi apa yang harus dilakukan oleh publik . Media berita dapat memainkan peran penting dalam pembentukan opini publik. Media berpengaruh dalam membentuk bagaimana komunitas bertindak, pikirkan, dan rasakan tentang reputasi organisasi, nilai-nilainya, dan tindakan yang diambil oleh organisasi dalam menghadapi krisis, media dapat membantu organisasi dalam krisis. Oleh karenanya adalah hal yang sangat baik untuk melibatkan media dalam proses penanggulangan krisis.
Narayana Mahendra Prastya, dalam jurnalnya “Komunikasi Krisis di Era New Media dan Social Media” (2011), Pinsdorf mengatakan bahwa dasar dari komunikasi krisis adalah memberikan respon dengan segera begitu krisis terjadi, dengan pesan yang terbuka dan jujur kepada para pemangku kepentingan (stakeholder) baik itu yang terpengaruh secara langsung atau tidak langsung. Perusahaan atau organisasi punya waktu “minimal 40 menit hingga maksimal 12 jam” untuk memberikan penjelasan versi mereka atas sebuah krisis. Jika dalam rentang waktu tersebut organisasi atau korporasi gagal merilis informasi yang relevan, maka kepercayaan publik kemungkinan sudah turun terhadap informasi yang akan dirilis di luar time frame tadi.
Adapun yang dimaksud dengan komunikasi krisis adalah berkaitan dengan bagaimana organisasi, perusahaan, dan individu mengatasi aspek komunikasi manajemen krisis. bagaimana mereka, atau haruskah mereka, berkomunikasi dengan media berita, karyawan, dan konsumen. Mereka harus memilih kata yang mungkin untuk menyampaikan pesan mereka, dan publik atau media yang tepat dan paling tepat. jelas ada lebih banyak metode komunikasi seiring berjalannya waktu. ini pilihan metode yang menantang. namun gagasan dan prinsip tetap melakukan apa yang jauh dan jujur.
Pada dasarnya krisis dapat terjadi dimana saja, dan pada konteks apa saja, tidak ada satupun lembaga yang kebal dari krisis, begitupula dengan Indonesia khususnya di Kota Bengkulu, pernyataan yang kontroversial dan ambigu dapat menyebabkan masyarakat menjadi salah persepsi, seperti himbauan dari Gubernur yang tidak memperbolehkan masyarakat untuk mengadakan perkumpulan masal yang dilanjutkan oleh aksi Gubernur untuk mengadakan buka puasa bersama yang menimbulkan protes masyarakat, dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Salah satu kepala daerah yang intensif dalam melakukan komunikasi di masa krisis pandemik Covid-19 adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang sudah melaunching program penanganan pencegahan Covid-19 dengan nama, “Jogo Tonggo” Jateng Gayeng.Dimana dalam program ini dibentuk Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 Berbasis Masyarakat di Tingkat RW. Jogo Tonggo menjadi menarik ditengah beberapa daerah yang mengajukan Pembatasan Sosial Berskala Besar) ke pemerintah pusat.
Seperti diakses dari kompas.com, 22 April 2020, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengajak masyarakat desa untuk memantau dan menjaga tetangga masing-masing melalui Satgas Jogo Tonggo di setiap Rukun Warga (RW). Pelaksanaan Jogo Tonggo akan disertai instruksi dan koordinasi yang lebih tegas berdasarkan masukan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan para pakar.
Dalam ketentuan yang dikeluarkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo konsep Jogo Tonggo melibatkan Rukun Warga (RW). Dimana setiap RW harus membentuk Satgas Jogo Tonggo di wilayahnya masing-masing. Satgas Jogo Tonggo diketuai Ketua RW dibantu para ketua Rukun Tetangga (RT), dan beranggotakan tim kesehatan, tim ekonomi, serta tim keamanan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat seperti linmas, karangtaruna, poryandu, bidan desa, warga, dan organisasi masyarakat lainnya. Mengingat program ini dilandasi dengan prinsip bersinergi dan gotong royong melawan Covid-19.
Program Jogo Tonggo sebagai sebuah respon dari Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo atas semakin banyaknya masyarakat yang positif dan meninggal akibat Covid-19 di beberapa daerah di Jawa Tengah, seperti di Kota Semarang dan daerah lainnya.Hal itu menyusul banyaknya penambahan kasus baru yang muncul seperti yang terjadi pada 22 April 2020, menjelang dilaunching Program Jogo Tonggo. Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan jumlah kasus Covid-19 pada 22 April 2020 menjelang lanching Program Jogo Tonggo, ada tambahan sebanyak 30 kasus dan 8 dinyatakan positif. Sehingga data per 22 April itu Jawa Tengah ada sebanyak 479 kasus dan 52 positif.
Jumlah tersebut terus meningkat, hingga per 6 Mei 2020 yang diakses dari corona.jatengprov.go.id hinga pukul 11.25 WIB di Jawa Tengah untuk jumlah positif Covid-19 sebanyak 856 kasus, meninggal 75 kasus, positif sembuh 184 kasus, PDP 962 orang.
Dalam pelaksanaannya, Jogo Tonggo mancakup dua hal, yaitu jaring pengaman sosial dan keamanan, serta jaring ekonomi. Jaring pengaman sosial dan keamanan meliputi sosialisasi, pendataan, dan pemantauan warga. Sementara itu, jaring pengamanan ekonomi akan memastikan tidak ada satu pun warga yang kelaparan selama wabah dan mengusahakan kegiatan ekonomi warga berjalan dengan baik pasca wabah. Konsep Jogo Tonggo disertai dengan ajakan ke masyarakat yang juga menjadi tagline, “Mari Bersama Saling Manjaga”. Sehingga Gubenur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menempatkan masyarakat sebagai garda terdepan untuk melawan Covid-19.
Komunikasi krisis yang dilakukan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo kepada masyarakat terkait Jogo Tonggo menarik untuk dikaji, terlebih lagi beberapa daerah di Semarang Raya langsung menerapkan Jogo Tonggo seperti Kota Semarang dan Kabupaten Semarang. Kota Semarang sendiri menindaklanjuti Program Jogo Tonggo dengan mengeluarkan Peraturan Walikota No.28 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) yang diberlakukan mulai 27 April 2020.
“Jogo Tonggo sejalan dengan konsep yang ingin diberlakukan di Kota Semarang yaitu pembatasan wilayah non Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kami siapkan sesuai masukan Pak Gubernur,” kata Walikota Semarang Hendrar Prihadi, seperti dikutip dari kompas.com, 24 April 2020.
Sebagai kader PDI Perjuangan, Program Jogo Tonggo Ganjar Pranowo tentu didukung partainya. Dukungan juga datang dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Seperti diakses dari merdeka.com, 25 April 2020, Ketua DPP PSI, Tsamara Amany mendukung inovasi dari Ganjar dan Pemprov Jateng. Berharap semua kabupaten/kota di Jawa Tengah segera menerapkan. Jogo Tonggo merupakan inovasi sosial yang penting di masa wabah seperti sekarang, lahir dari kearifan lokal yang tentu sangat mungkin untuk diterapkan. PSI mengapresiasi dan mendukungnya.
Komunikasi yang dilakukan Gubernur Ganjar Pranowo dalam mensosialisasikan Program Jogo Tonggo dan protokol kesehatan terkait pencegahan penyebaran Covid-19 sangat intensif. Selain komunikasi tatap muka dengan turun ke bawah menemui kelompok masyarakat, Ganjar Pranowo juga melakukan komunikasi secara online melalui media sosial seperti Instagram, facebook, dan lainnya. Komunikasi juga dilakukan melalui pesan dalam kata-kata yang ada di kaos yang sering digunakan. Kata-kata tersebut diantaranya Ora Salaman Tetep Seduluran, Nyedak Keplak, Bersama Melawan Corona, Lagi Wabah Becik Neng OMah, Cuci Tangan Terus Biar Gak Kena Corona Virus, Ojo Kelayapan Ben Ora Nambah Korban, dan lainnya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memiliki modal yang bagus untuk aktif terjun ke masyarakat dibandingkan kepala daerah lainnya, termasuk kaitan dengan sosialisasi program pencegahan penyebaran Covid-19 di Jawa Tengah. Beberapa modal tersebut diantaranya energitas, fisik prima, memiliki gaya gaul, kegemaran turun ke bawah, dan sosial media minded.Amir Machmud yang juga jurnalis senior di Jawa Tengah ini mengemukakan Ganjar Pranowo memiliki energitas yang luar biasa, dalam hal ini kemauan untuk turun menemui masyarakat. Kemudian Ganjar Pranowo termasuk kepada daerah dengan pembawaaan gaya yang gaul dan diterima kalangan milenial. Terlebih dari itu Ganjar Pranowo juga mempunyai fisik yang prima dalam menjalani berbagai aktivitas saat menemui masyarakat. Dan yang menarik lagi, Ganjar Pranowo termasuk kepada daerah yang sosial media minded. Artinya hampir setiap kegiatan turun ke masyarakat didokumentasikan dan diposting ke media sosial. Sehingga aktivitas turun ke masyatakat tersebut diketahui dan diapresiasi oleh publik. Ganjar Pranowo di sosial media lebih akrab dibandingkan Gubenur DKI Anies Baswedan.
Terkait timing atau ketepatan waktu mengeluarkan program Jogo Tonggo, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah ini mengakui bahwa waktunya tepat dalam penanganan pencegahan penyebaran Covid-19. Dan Jawa Tengah termasuk daerah yang terkendali dengan baik orang yang terpapar Covid-19, begitu juga formulasi kebijakannnya yang melibatkan sampai tingkat bawah yakni tingkat RW. Bahkan ini merupakan kecerdikan Ganjar Pranowo dalam hal siasati politik anggaran, kaitannya dengan bantuan sosial kepada masyarakat.
Komunikasi yang dilakukan Ganjar Pranowo yang turun langsung menemui elemen masyarakat seperti perkumpulan mahasiswa sekaligus memberikan bantuan sembako juga dinilai kurang tepat. Pasalnya tidak melibatkan tokoh masyarakat setempat termasuk RT RW, sehingga sosialisasi hanya mengena bagi orang yang ada di elemen masyarakat tersebut. Terlebih biasanya seperti perkumpulan mahasiswa setelah diberikan sosialisasi ketika pulang sudah lupa dengan yang disampaikan Ganjar Pranowo. Sementara di kampung-kampung banyak masalah persebaran bantuan yang tidak merata tidak tersentuh oleh Ganjar Pranowo.
Ganjar Pranowo sebagai Gubernur Jawa Tengah, tetapi Program Jogo Tonggo dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga mendapatkan reputasi yang baik dari masyarakat. Pasalnya menurut Teori SCCT, pada dasarnya publik memiliki atribusi yang merupakan persepsi publik terhadap krisis. Disini Ganjar Pranowo telah melakukan campaign social melalui kata-kata yang mudah dipahami masyarakat bahwa Covid-19 bisa dicegah dan yang positif bisa disembuhkan. Campaign social itu berupa tulisan di kaos yang sering dipakai Ganjar Pranowo saat menemui masyarakat, seperti tulisan Ora Salaman Tetep Seduluran, Nyedak Keplak, Bersama Lawan Corona, dan lainnya.
Dengan demikian tidak semua kepala daerah melakukan seperti yang dilakukan Ganjar Pranowo dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat, kaitannya dengan program pencegahan penyebaran Covid-19. Seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang justru sering tampil dipodium saat memberikan sosialisasi program pencegahan penyebaran Covid- 19.
Sedangkan dilihat dari sudut pandang analisis wacana, pesan-pesan yang disampaikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam komunikasi krisis ditengah pandemi Covid-19 terlihat sangat beragam. Pesan verbal (lisan dan tulisan) mendominasi dibandingkan komunikasi nonverbal. Dimana pesan-pesan tersebut dikomunikasikan baik secara langsung atau tatap muka maupun melalui media sosial. Berdasarkan penelusuran peneliti beberapa media sosial yang digunakan untuk memposting kegiatan Ganjar Pranowo diantaranya akun Instagram ganjar_pranowo, fansmasganjar, lalu akun facebook Berita Ganjar Pranowo, Ganjar Pranowo, Bahka akun facebook PDI Perjuangan juga sering memposting Ganjar Pranowo terkait Covid-19.
Makna berbagai pesan yang dikomunikasikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo hampir sama yakni mengajak masyarakat untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 dengan berbagai cara yang ada dalam Program Jogo Tonggo. Seperti mencuci tangan dengan sabun, selalu sedia handsanitizer, memakai masker, tidak bersalaman, menjaga jarak, dirumah saja, bekerja dari rumah, beribadah di rumah, dan lainnya. Realitas yang muncul atas pesan-pesan tersebut adalah masyarakat diajak mematuhi protokol kesehatan dan membatasi kegiatan agar jumlah orang yang positif Covid-19 semakin menurun, bahkan terbebas dari Covid-19.
Sedangkan makna yang tidak tampak pada pesan-pesan tersebut adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang semakin mendekatkan diri dan peduli kepada masyarakat. Ganjar Pranowo selalu ingin tampil dan menjadi pembicaraan publik atau masyarakat atas program Jogo Tonggo. Apalagi Jogo Tonggo merupakan program pencegahan penyebaran Covid-19 yang tergolong berbeda dengan anjuran pemerintah pusat dan diikuti daerah lain seperti Jawa Barat dan Jawa Timur, yakni PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Disini Ganjar Pranowo berani tampil beda dengan gubernur lainnya, sehingga bisa dimaknai bersamaan dengan itu Ganjar Pranowo mencari panggung di kancah nasional melalui Program Jogo Tonggo.
Terlebih lagi sebelum pandemi Covid-19 muncul, Ganjar Pranowo termasuk figur yang sudah muncul di wacana publik terkait Pemilihan Presiden 2024. Hal ini juga diakui oleh informan utama yang menyampaikan Ganjar Pranowo merupakan pejabat publik yang memiliki kelebihan, sehingga mempunyai peluang menuju 2024.Ganjar bahkan dinilai memiliki beberapa modal untuk menuju 2024, seperti modal energitas, fisik prima, memiliki gaya gaul, kegemaran turun ke bawah, dan sosial media minded.
Gubernur JawaTengah Ganjar Pranowo dengan masyarakat terbilang intensitasnya tinggi, baik itu komunikasi tatap muka maupun komunikasi secara online. Pesan-pesan yang disampaikan baik secara lisan dan kata-kata juga mudah dipahami oleh masyarakat karena menggunakan bahasa yang mudah diterima masyarakat, khususnya masyarakat milenial.
Tingginya intensitas komunikasi tersebut berdampak pada reputasi positif bagi Ganjar Pranowo sebagai Gubernur Jawa Tengah maupun bagi institusi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Tidak hanya masyarakat luas yang memberikan reputasi positif, tetapi juga pemerintah pusat terhadap citra atau image Ganjar Pranowo.
Bersamaan dengan itu seringnya turun ke bawah menemui kelompok masyarakat dalam rangka sosialisasi pencegahan Covid-19 menunjukkan kepedulian dan perhatian Gubenur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terhadap masyarakat. Namun seiring dengan seringnya kegiatan Ganjar Pranowo tersebut diposting di media sosial, maka dilihat dari wacana publik dinilai bernuansa politik pencitraan menuju Pemilihan Presiden 2024.
Meski komunikasi yang dilakukan Ganjar Pranowo efektif, namun pesan-pesan penting dalam penanganan pencegahan penyebaran Covid-19 melalui Program Jogo Tonggo tidak bisa diimplementasikan dengan baik. Pelaksana di lapangan tingkat RW mengalami kebingungan dalam pelaksanaan Program Jogo Tonggo. Programnya dinilai bagus, namun pelaksanaannya kurang berjalan dengan baik. Sehingga meski Program Jogo Tonggo sudah berlangsung selam satu bulan, tetapi tingkat penyebaran Covid-19 di Jawa Tengah masih tergolong tinggi.
Informan utama juga menilai ada motif pencitraan pada intensitas komunikasi yang dilakukan Ganjar Pranowo atas pandemi Covid-19, meski pencitraannya masih dalam batas kewajaran. Hal yang sama juga disampaikan informan pendukung satu, bahwa masyarakat sekarang sudah sama-sama mengetahui karir seorang kepala daerah. Dari mulai bupati atau walikota naik menjadi gubernur, kemudian gubernur menjadi presiden. Apalagi masyarakat juga mengetahui track record Presiden sekarang, Joko Widodo yang karirnya bermula dari Walikota Surakarta, Gubernur DKI Jakarta, lalu Presiden. Sehingga informan pendukung satu menganggap hal yang wajar jika ada motif pencitraan atas intensitas komunikasi yang dilakukan Ganjar Pranowo dalam sosialisasi Program Jogo Tonggo.Informan pendukung dua pun meski tidak menyatakan pencitraan, namun apa yang dilakukan Ganjar Pranowo juga merupakan bagian dari menaikkan elektabilitas menuju 2024.
Dengan demikian makna yang tidak tampak pada pesan yang disampaikan Ganjar Pranowo adalah ada muatan politik pencitraan menuju 2024. Apalagi kelompok-kelompok masyarakat yang ditemui Ganjar Pranowo sebagian bukan masyarakat Jawa Tengah, melainkan luar Jawa seperti kelompok mahasiswa dari Papua, Makasar, Batak, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan lainnya. Artinya selain dengan masyakarat Jawa Tengah, Ganjar Pranowo sudah mulai mencari simpati dari masyarakat luar Jawa.
Sedangkan kegiatan turun ke masyarakat yang didokumentasikan dan dishare ke media sosial baru dianggap efektif karena terpublikasikan dan bisa dilihat oleh masyarakat luas. Hanya saja itu dinilai monoton, karena polanya begitu terus dalam publikasi di media sosial. Dimana polanya menemui elemen masyarakat, berkomunikasi langsung, memberikan bantuan sembako, didokumentasikan, lalu dishare di media sosial. Untuk pesan melalui kata-kata pada kaos yang sering dipakai Ganjar Pranowo, informan pendukung menilai tidak semua orang melihat pesan itu tetapi lebih fokus pada berita atau informasi yang disampaikan Ganjar Pranowo. Meski begitu kaos yang bertuliskan kata-kata gaul menjadi potensi ekonomi bagus bagi pelaku UMKM untuk memproduksi dan menjual kaos bertuliskan pesan-pesan yang mudah dipahami kalangan milenial.
Dosen yang juga Wakil Rektor III Universitas Stikubank Semarang ini menilai ada motif pencitraan dalam model komunikasi yang dilakukan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam konteks sosialisasi program pencegahan penyebaran Covid-19. Menurutnya, kalau dilihat dari unsur politis memang kebanyakan masyarakat sekarang sudah mengetahui karakter seorang kepala daerah, dimana sekarang melakukan apa dan besok bersiap akan melakukan apa.
Hal itu terkait dengan karir kepala daerah yang semua masyarakat sudah memahami, bahwa setelah bupati atau walikota kemudian naik kelas menjadi apa, kemudian setelah gubernur nantinya naik menjadi apa. Apalagi sudah jelas ada contohnya kepala daerah yang mempunyai track record bagus bisa menjadi presiden seperti Joko Widodo sekarang yang sebelumnya menjadi Walikota Surakarta, Gubernur DKI Jakarta, dan Presiden RI (2014-2019 dan 2019-2024).
Informan pendukung dua sebagai pegiat media sosial menilai bagus Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang melakukan sosialisasi program Jogo Tonggo dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 dengan turun langsung menemui kelompok-kelompok masyarakat. Apalagi setiap kegiatan didokumentasikan baik dalam bentuk foto maupun video, kemudian diunggah ke media sosial seperti instagram, facebook, dan lainnya.
Menurut Arty Yuniarto, komunikasi yang dilakukan Ganjar Pranowo tersebut sangat efektif dalam sosialisasi pencegahan penyebaran Covid-19 karena media sosial sekarang berperan penting dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat, bahkan komunikasinya bisa dua arah. Mengingat dalam media sosial seringkali terjadi komunikasi melalui komentar dari masyarakat dan dijawab oleh Ganjar Pranowo. Hal itu berbeda dengan kepala daerah yang hasil kegiatannya hanya disimpan diatas meja dan tidak dikomunikasikan lagi ke masyarakat.
Informan pendukung duayang merupakan pengurus komunitas masyarakat yang aktif di media sosial dan tergabung dalam MIK Semarmenilai bahwa timing atau waktunya tepat saat melaunching Program Jogo Tonggo yang dilakukan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Hal itu setelah melihat situasi penyebaran Covid-19 di Jawa Tengah, utamanya Kota Semarang yang terus meningkat. Bersamaan dengan itu juga adanya desakan dari masyarakat agar kepada daerah mengeluarkan kebijakan terkait pencegahan penyebaran Covid-19.
Dari aspek komunikasi krisis, Jogo Tonggo dikatakan merupakan alat komunikasi pencegahan penyebaran Covid-19 dari Ganjar Pranowo yang dilakukan dengan masyarakat. Meskipun bukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti yang disiapkan pemerintah pusat, namun Jogo Tonggo termasuk program pencegahan penyebaran Covid-19 yang bagus dan sesuai dengan karakter masyarakat di Jawa Tengah.
Disini informan pendukung duamemiliki pandangan bahwa dengan pertimbangan tidak ingin berbenturan dengan masyarakat, Ganjar Pranowo memilih mengeluarkan program yang berbeda PSBB. Hal itu karena Jawa Tengah yang identik dengan kandang bateng, maka Ganjar Pranowo sebagai kader dan gubenur dari PDI Perjuangan tetap menampung aspirasi masyarakat. Sehingga kebijakan yang dikeluarkan untuk masyarakat tidak begitu ketat seperti dalam PSBB, melainkan Jogo Tonggo yang penuh dengan kearifan lokal.
DAFTAR PUSTAKA
ALKOMARI, A. (2020). ANALISIS KOMUNIKASI KRISIS GUBERNUR JAWA TENGAH GANJAR PRANOWO MENGHADAPI PANDEMI COVID-19. CoverAge: Journal of Strategic Communication, 11(1), 27-37.
Indasari, F., & Anggriani, I. (2020). KRISIS KOMUNIKASI PADA MASA PANDEMI COVID-19 (Studi Kasus Pemberitaan Penyebaran Covid-19 melalui Udara). Profesional: Jurnal Komunikasi dan Administrasi Publik, 7(1), 1-11.
Nahar, L. (2020). Komunikasi Krisis Pemerintah Indonesia Menghadapi Pandemi Covid-19. jurnal of admiration, 1(5), 553-566.